Sekolah Jurnalistik Indonesia adalah sekolah gratis yang bertujuan menambah wawasan para wartawan dan rencananya akan didirikan di seluruh provinsi di Tanah Air. “Pendirian Sekolah Jurnalistik Indonesia selain untuk meningkatkan standar kompetensi wartawan, juga bertujuan agar wartawan selalu taat Kode Etik Jurnalistik,” ujar Margiono (Ketua PWI Pusat)
----------------------
Tingkatkan Kompetensi dan Kesejahteraan Wartawan
Selasa, 09 Pebruari 2010
Palembang (Cek&Ricek - C&R) - Ada hal menarik dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Ke-64, yang jatuh Selasa (9/2). Acara yang digelar sejak 7-10 Pebruari di Palembang, Sumatera Selatan itu tidak hanya berupa peringatan formal saja. Tetapi juga ditandai sebagai tonggak peningkatan kualitas wartawan.
Momentum peringatan HPN 2010 yang bertema :”Kemerdekaan Pers Dari Dan Untuk Rakyat”, cukup berbeda dibandingkan perayaan pada tahun-tahun sebelumnya. Selain merangsang dan mendorong perorangan atau institusi agar lebih mengerti tentang kemerdekaan pers, peringatan HPN kali ini juga dipakai sebagai pondasi untuk peningkatan kualitas wartawan.
Salah satu upaya yang dilakukan, yakni mendirikan Sekolah Jurnalistik Indonesia untuk kali pertama. Sekolah gratis yang bertujuan menambah wawasan para wartawan itu, rencananya akan didirikan di seluruh provinsi di Tanah Air.
Tidak hanya itu saja, HPN kali ini juga dipakai sebagai peningkatan ketaatan wartawan pada Kode Etik Jurnalistik, demi citra, kredibilitas, dan integritas. “Pendirian Sekolah Jurnalistik Indonesia selain untuk meningkatkan standar kompetensi wartawan, juga bertujuan agar wartawan selalu taat Kode Etik Jurnalistik,” ujar Margiono, Ketua Umum PWI Pusat, dalam bincang-bincang dengan Adi Wardhono dari C&R, akhir pekan lalu. Berikut petikan wawancaranya:
C&R: HPN kali ini digelar di Palembang, Sumatera Selatan. Apa ada alasan khusus?
Margiono (MG): Palembang lebih siap saja, termasuk dalam menggelar Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas).
C&R: Apa karena perkembangan media di sana lebih tinggi?
MG: Biasa saja, ya karena faktor lebih siap saja. Selain itu, juga untuk memperkenalkan daerah ini kepada para wartawan, karena Palembang akan menjadi tuan rumah pagelaran SEA Games pada tahun 2011 mendatang.
C&R: Apa ada yang menarik dalam penyelenggaraan HPN kali ini? Umumnya, kan, hanya acara formal saja.
MG: Bukan sekadar formal. Momentum HPN ini dipakai sebagai tonggak peningkatan standar kompetensi wartawan, pendalaman profesi. Oleh karena itu, untuk kali pertama akan ditandai dengan pendirian sekolah jurnalistik di Palembang.
C&R: Kenapa tidak di Jawa dulu yang banyak industri media?
MG: Palembang lebih siap. Selain itu, di daerah jumlah lembaga (untuk meningkatkan kualitas) kan kurang. Jadi, kita buka di daerah dulu. Tapi pada tahun ini, kita akan buka di Jakarta, Semarang (Jateng), Samarinda (Kaltim), Makassar (Sulawesi Selatan), Bandung (Jawa Barat), dan Pekanbaru, Riau. Kita targetkan, semua provinsi akan ada sekolah jurnalistik pada tahun 2012.
C&R: Apa alasan pendirian sekolah jurnalistik? Siapa yang boleh masuk, dan bagaimana dengan kurikulum dan staf pengajarnya?
MG: Tujuannya jelas, untuk pendalaman profesi, sekaligus agar standarisasi kompetensi wartawan lebih meningkat. Sekolah jurnalistik ini non-gelar, dan gratis. Jadi, wartawan itu, kan, profesi, dan untuk pendalaman profesi dan peningkatan kualitas, ya, masuk sekolah ini. Kurikulum yang dipakai menggunakan standar terbaru, dengan mengacu pada basic standar kurikulum UNESCO. Kita telah siapkan staf pengajar berstandar nasional.
C&R: Apa karena banyak wartawan yang asal-asalan sejak era Reformasi ini? (Hingga kini terdapat sekitar 300 media cetak, 800 radio, dan 7 stasiun televisi)
MG: Begini. Banyak yang menjadi wartawan tetapi tidak mendapat pendidikan jurnalistik yang memadai. Wartawan itu profesi kan? Jadi perlu disiapkan agar bisa menjadi profesi yang profesional.
C&R: Peningkatan standar kompetensi wartawan tidak bisa lepas dari pendidikan formal. Apakah harus S-1?
MG: Kalau PWI hasil kongres tahun 2008, seorang wartawan yang menjadi anggota PWI itu harus berpendidikan formal minimal D-3. Kita tidak tahu, bagaimana hasil kongres PWI tahun 2013 mendatang. Bisa saja minimal harus S-1. Tetapi untuk sekarang, selain batasan yang telah ditetapkan organisasi profesi wartawan, seperti PWI tadi, juga tergantung perusahaan media itu sendiri. Kompas misalnya, pendidikan minimal wartawannya S-1.
Selain mendirikan sekolah jurnalistik, HPN tahun ini juga ditandai pemberian penghargaan Press Card Number One (Kartu Pers Nomor Satu) oleh Masyarakat Pers Indonesia, kepada orang-orang pers yang telah menunjukkan kinerja profesional, berintegritas tinggi, berdedikasi, serta pengorbanan kepada dunia pers dan kemerdekaan pers.
Penghargaan ini diberikan kepada sekitar 100 tokoh pers, di antaranya Pemimpin Umum Harian Kompas, Jakob Oetomo, dan Direktur Utama Bintang Grup (penerbit Tabloid dan Tayangan C&R), H. Ilham Bintang.
Penghargaan tersebut sekaligus sebagai upaya masyarakat pers untuk memperlihatkan orang-orang yang patut menjadi teladan lewat prestasi yang mereka capai, dan berharap agar menjadi inspirasi, sekaligus meneruskan langkah emas mereka di jurnalistik, khususnya bagi jurnalis muda.
Penilaian kepada para tokoh teladan pers itu dilakukan oleh sebuah tim, terdiri atas Abdullah Alamudi, Hendry Ch Bangun, Priyambodo RH, Ridho Eisy, Sabam Leo Batubara, dan Sidki Wahab, yang disahkan dalam sebuah rapat pleno.
HPN juga memberikan penghargaan tertinggi Pena Emas kepada Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, serta Ketua Dewan Kehormatan PWI, Tarman Azzam.
****
C&R: Wartawan dituntut untuk profesional, tapi bagaimana memperjuangkan kesejahteraannya?
MG: Kita telah melakukan pra ratifiksi. Intinya, perusahaan pers harus taat pada Kode Etik Jurnalistik, memberikan standar perlindungan kepada wartawan, dan perusahaan pers itu sendiri harus berstandar perusahaan pers.
C&R: Standar perusahaan pers, apa termasuk kesejahteraannya?
MG: Oya, harus sesuai UU yang berlaku. Kalau tidak sesuai, ya melanggar.
C&R: Kembali pada peringatan HPN. Tahun lalu, HPN memberikan penghargaan kepada pribadi dan institusi yang dinilai berjasa dalam kemerdekaan pers.
MG: Tahun lalu memang memberikan penghargaan yang berjasa dalam kemerdekaan pers. Untuk pribadi kita berikan kepada Presiden SBY, dan institusi kepada TNI. Tahun ini, kita belum menemukan untuk pribadi, baru untuk institusi, yakni Mahkamah Agung (MA).
C&R: Kenapa MA?
MG: Ya, MA ini kita nilai banyak punya peran dengan kebijakan-kebijakannya, yang dapat meningkatkan kemerdekaan pers.
C&R: Contohnya?
MG: Dalam beberapa kasus jurnalistik, MA memberikan keputusan bebas di tingkat kasasi. MA juga meminta seluruh pengadilan negeri untuk mendatangkan saksi-saksi ahli dalam persidangan kasus-kasus terkait pers. Saksi ahli itu di antaranya yang tahu pers, seperti Dewan Pers. Dengan kebijakannya itu, dengan keputusan-keputusan MA itu, tim menilai langkah-langkah MA itu berdampak pada kemerdekaan pers.
C&R: Terkait infotaimen, bagaimana nasib status wartawannya?
MG: PWI sudah mengakui mereka sebagai waartawan sejak kongres lalu. Mereka ini kan mencari berita, mengolah, kemudian menulis dan menyiarkan, jadi itu termasuk kerja wartawan.
C&R: Kenapa hanya PWI yang mengakui. Bagaimana organisasi lainnya?MG: Enggak tahu ya. Tapi dalam pembicaraan dengan Dewan Pers belum lama ini, tidak ada organisasi wartawan yang menolaknya.
C&R: Satu lagi tentang UU ITE. Bagaimana organisasi melindungi anggotanya, terutama yang berkerja di portal (online)?MG: Sepanjang menjalankan tugas sesuai kode etik jurnalistik, tidak perlu ada yang ditakuti atau dikhawatirkan.
Riwayat singkat Margiono. Tempat/tanggal lahir: Tulungagung/31 Desember 1960 * Pendidikan: SD Tulungagung 1971, SMP Tulungagung 1974, Sekolah Pekerjaan Sosial Atas Malang 1979, S-1 Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung 1982 * Pekerjaan: Direktur Utama Rakyat Merdeka Group 1999-sekarang, Direktur Jawa Pos Group 2002-sekarang, Pemimpin Redaksi Majalah DR 1998-1999, Pemimpin Redaksi Jawa Pos 1989-1994, wartawan Jawa Pos 1984-1989 * Organisasi: Ketua Umum PWI Pusat 2008-2013, Kabid Daerah PWI Pusat 2003-2008, Sekjen Presidium Pembentukan Kota Tangerang Selatan 2006-sekarang, Ketua Presidium Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia 2002-sekarang.
- keterangan: berita ini dikutip dari www.pwi.or.id, pada Selasa, 16 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar