Berita-berita pada halaman satu sebuah koran merupakan berita-berita pilihan, karena telah melalui proses perencanaan (berdasarkan berbagai pertimbangan) dan "hasil perebutan tempat" dari sejumlah redaktur. Sebagai pilihan, berita-berita (ulasan, dan foto) pada halaman satu sebuah koran, seharusnya menarik dan enak dibaca.
-----------
Berita menarik, tapi tidak enak dibaca
Berita-berita pada halaman satu sebuah koran merupakan berita-berita pilihan, karena telah melalui proses perencanaan (berdasarkan berbagai pertimbangan) dan "hasil perebutan tempat" dari sejumlah redaktur.
Sebagai pilihan, berita-berita (ulasan, dan foto) pada halaman satu sebuah koran, seharusnya menarik dan enak dibaca.
Ada satu hal lagi yang perlu diketahui, terutama oleh para wartawan surat kabar harian, bahwa pembaca surat kabar/koran harian itu umumnya orang sibuk.
Mereka tidak punya banyak waktu untuk membaca koran, bahkan tidak sedikit pembaca koran itu hanya punya (meluangkan) waktu membaca saat naik mobil dari rumah ke kantor. Itulah sebabnya, dulu ada koran yang membuka rubrik "Dari Rumah ke Kantor" pada halaman satu.
Karena tidak punya banyak waktu, maka para pembaca sibuk tersebut biasanya hanya membaca judul-judul berita, kemudian membaca paragraf pertama (lead) atau membaca berita hingga mencapai kata "bersambung ke hal ...".
Kalau mereka membaca berita hingga tuntas, itu berarti beritanya benar-benar menarik dan enak dibaca, atau pembacanya punya kepentingan dengan berita tersebut.
Who (Siapa)
Saat melihat sebuah berita dengan gaya karangan khas (feature news) pada halaman pertama salah satu harian besar di Makassar, edisi Kamis, 25 Februari 2016, saya langsung tertarik.
Karangan khas itu menarik karena menyangkut kisah orang Sulsel yang berkiprah di panggung nasional, dan kebetulan sosok yang ditampilkan adalah sahabat lama (dulu kami cukup sering berdiskusi sambil ngopi bareng di Makassar).
Dengan antusias saya pun membaca karangan khas tersebut, tetapi sampai pada paragraf ketiga, nama sosok/tokoh-nya belum juga disebut.
Pada paragraf keempat, tiba-tiba muncul penggalan kalimat: "menurut dia", padahal belum ada nama yang disebut pada paragraf pertama hingga paragraf ketiga.
Pada paragraf yang sama (seharusnya dijadikan paragraf baru/paragraf kelima), disambung dengan kalimat langsung yang ditutup dengan kata: "ujar Abustan." Ulasannya kemudian bersambung ke halaman dalam.
Di sinilah tidak enaknya.
Tidak enak pertama, karena tiba-tiba muncul penggalan kalimat: "menurut dia", padahal belum ada nama yang disebut pada paragraf pertama hingga paragraf ketiga.
Tidak enak kedua, karena sampai beritanya habis dibaca pada halaman satu dan sebelum membaca sambungannya pada halaman dalam, pembaca belum diperkenalkan dengan sosok atau tokoh yang ditampilkan. Pembaca belum tahu siapa itu Abustan.
Secara pribadi, saya tertarik dan penasaran ingin membaca kelanjutannya di halaman dalam, tetapi ketertarikan dan rasa penasaran itu sudah bercampur dengan perasaan tidak enak.
Mohon maaf (dan mohon janganki marah kodong), ini hanya curahan hati saya sebagai pembaca.
Gowa, Jumat malam, 25 Februari 2016
Asnawin Aminuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar