“Wartawan
adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kutipan ini
menarik, karena banyak (orang yang) mengaku wartawan tapi tidak teratur melaksanakan
kegiatan jurnalistik. Apa ada pasal lain yang mengatur sampai kapan seorang
wartawan tidak melaksanakan kegiatan jurnalistik dan dinyatakan gugur gelar
(status) kewartawanannya?” (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)
------
PEDOMAN
KARYA
Selasa,
21 April 2020
KOLOM JURNALISTIK
Naluri Wartawan
Oleh: Asnawin Aminuddin
(Wartawan
/ Pengajar)
Seorang
teman pernah bertanya dengan mengutip pengertian wartawan menurut Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999, tentang Pers, pasal 1, yakni “Wartawan adalah orang yang
secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.”
Setelah
mengutip pengertian itu, teman kami itu bertanya begini, “Kutipan ini menarik,
karena banyak (orang yang) mengaku wartawan tapi tidak teratur melaksanakan
kegiatan jurnalistik. Apa ada pasal lain yang mengatur sampai kapan seorang
wartawan tidak melaksanakan kegiatan jurnalistik dan dinyatakan gugur gelar
(status) kewartawanannya?”
Saya
curiga pertanyaan itu ia ajukan untuk menyindir wartawan yang memiliki kartu
pers, bahkan mengantongi kartu anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) atau
organisasi wartawan lainnya, tapi tidak rutin membuat karya jurnalistik,
apalagi wartawan yang sudah berumur dan memang tidak produktif lagi.
Juga
menyindir orang yang mengantongi kartu pers, padahal kartu pers itu ia miliki
karena ia adalah pemilik perusahaan pers, keluarga pemilik, bekerja di
perusahaan pers, atau berteman dengan pemilik / pemimpin redaksi, padahal
sesungguhnya ia bukan wartawan.
Mereka
bukan wartawan karena bukan bagian dari redaksi, tidak ikut dalam perencanaan
liputan, tidak meliput di lapangan, tidak menulis berita, dan juga tidak mengedit
berita.
Mereka
benar-benar hanya menginginkan mengantongi kartu pers, karena kartu pers itu
bermanfaat bagi dirinya dalam berbagai hal.
Ada
juga orang yang mengantongi kartu pers, karena mereka atlet dan mereka
diperlukan untuk mengikuti berbagai event olahraga, seperti Pekan Olahraga
Wartawan Daerah (Porwarda) atau Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas).
Saya
tidak langsung menjawab pertanyaan teman kami yang ia ajukan melalui medsos
Facebook. Beberapa waktu kemudian, saya pun menjawab dengan sedikit diplomatis.
Saya
jawab begini, “Wartawan memiliki naluri, namanya naluri wartawan. Naluri untuk
berbagi informasi, naluri untuk menghibur, naluri untuk mendidik, dan naluri
untuk melakukan kontrol sosial. Naluri wartawan itu sesungguhnya tidak pernah
mati selama seorang wartawan masih hidup.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar