Kamis, 08 Juli 2010

Siaran Pers IJTI ; soal Teror Terhadap Jurnalis

Kamis, 8 Juli 2001

SIARAN PERS (dikutip dari mediacare@yahoogroups.com, jurnalisme@yahoogroups.com), pada 9 Juli 2010

Teror Terhadap Jurnalis dan Media Profesional adalah Teror Terhadap Publik

Pada hari Rabu, 7 Juli 2010, sejumlah pria tidak dikenal telah menyerang 2 jurnalis (Darussalam dari Global TV dan Mas’ud Ibnu Samsuri dari Indosiar) yang tengah meliput pencemaran air dan udara di Desa Kadu, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang bersama sejumlah aktivis lingkungan.

Para penyerang merampas kamera jurnalis Indosiar dan mengancam akan membakar mobil yang digunakan wartawan dan aktivis lingkungan hidup. Pria-pria tak dikenal tersebut, diduga tidak menyukai kegiatan peliputan pencemaran yang disinyalir berasal dari beberapa pabrik yang beroperasi di sekitar lokasi.

Peristiwa penyerangan ini hanya berselang 1 hari dari peristiwa pelemparan bom molotov ke kantor Majalah Tempo. Selasa dini hari sekitar pukul 02:40 WIB, kantor Majalah Tempo di Jalan Proklamasi 72, Menteng, Jakarta Pusat, dilempari 2 bom molotov oleh 2 pengendara motor tak dikenal. Bom molotov itu meledak tepat di kaca depan kantor Majalah Tempo, namun tidak sampai menimbulkan kebakaran hebat karena api berhasil dipadamkan oleh petugas keamanan kantor Tempo.

Peristiwa penyerangan jurnalis di Tangerang dan pelemparan bom molotov ke kantor Majalah Tempo mengindikasikan hal yang sama: TEROR DAN INTIMIDASI TERHADAP JURNALIS DAN MEDIA. Teror dan intimidasi tersebut hampir dipastikan ditujukan untuk mengganggu dan menghambat kerja jurnalis dan media dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Sehubungan dengan itu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan:

1. Media dan jurnalis adalah kepanjangan dari indera publik. Melalui karya jurnalistik, publik bisa melihat, mendengar dan bahkan “mencium” serta dan “merasakan” fakta-fakta dan informasi yang berada jauh dan tidak terjangkau oleh indera alamiah mereka. Berkat kerja jurnalis dan media yang profesional, publik bisa mengetahui hal yang tersembunyi atau disembunyikan, juga hal-hal yang tidak bersuara ataupun sengaja tidak disuarakan. Jurnalis dan media bisa membuat publik menyadari dan mewaspadai hal-hal yang mengancam keselamatan mereka, mengancam kesejah-teraan dan penghidupan mereka ataupun hal-hal yang mengganggu kenyamanan hidup mereka. Karya jurnalistik, juga memberikan bahan kepada publik agar bisa membuat pilihan-pilihan yang bijak.

2. Semua manfaat karya jurnalistik tersebut akan terhambat dan bahkan terpasung jika jurnalis dan media yang profesional berada dalam bayang-bayang teror dan intimidasi. Oleh sebab itu segala bentuk teror dan intimidasi terhadap jurnalis dan media yang profesional pada dasarnya merupakan teror dan intimidasi terhadap publik.

3. Publik bersama jurnalis dan media harus melawan segala bentuk teror dan intimidasi terhadap jurnalis dan media yang menjalankan tugasnya secara profesional.

4. Penghalang-halangan terhadap kerja jurnalistik adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang, khususnya Undang Undang Pers No 40/1998. Pelakunya bisa dipidana dengan hukuman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00 (Lima ratus juta rupiah).

5. Polri dan seluruh aparatus penegak hukum harus memproses pelaku pelanggaran ini tanpa kecuali.

Ketua Umum : Imam Wahyudi
Wakil Sekjen : Winarto

Tidak ada komentar: