23 Oktober 2010
Presiden
SBY dan PWI Sulsel
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Pengurus PWI Sulsel)
Mungkin terlalu
dipaksakan untuk membandingkan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
dengan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sulawesi Selatan,
tetapi apa boleh buat, SBY dan PWI Sulsel memang kadang-kadang mendapat sorotan
dan perlakuan yang sama dari berbagai pihak.
Banyak sekali kebijakan,
ucapan, dan tindakan SBY yang mendapat sorotan dan kritikan. Tak jarang malah
SBY dipersalahkan. Ketika meneteskan air mata haru pun, SBY dikritik.
Seolah-olah tidak ada yang benar yang dilakukan oleh Presiden SBY.
Bahwa SBY memiliki
kekurangan, itu pasti, tetapi kita juga tidak boleh menutup mata atas berbagai
prestasi yang dicapai pemerintahan SBY-Boediono. Begitu pun dengan PWI Sulsel.
Banyak kegiatan
organisasi wartawan tertua dan terbesar (minimal dari segi jumlah anggota) di
Sulsel ini yang mendapat sorotan dan kritikan. Baik dari luar, maupun dari
internal anggota organisasi. Tidak sedikit pula wartawan yang tadinya berhimpun
di PWI Sulsel akhirnya keluar dan bergabung di organisasi kewartawanan lain.
Ketika PWI Sulsel
mengadakan kegiatan dengan bekerja-sama pemerintah provinsi dan atau pemerintah
kabupaten, sorotan dan kritikan pun datang dari berbagai pihak, baik dari
kalangan wartawan maupun masyarakat umum.
Sebagai anak bangsa, saya
berupaya berpikir positif terhadap pemerintah, termasuk kepada duet
pemerintahan SBY-Boediono, tetapi tetap kritis secara konstruktif, artinya
kalau mengeritik maka saya memiliki data dan argumentasi yang kuat, serta
selalu berupaya menawarkan solusi.
Begitu pun sebagai salah
seorang pengurus PWI Sulsel, saya juga selalu berupaya melakukan perbaikan
internal, serta terbuka atas berbagai masukan dan kritikan dari berbagai pihak.
Saya sangat
berterima-kasih atas berbagai sorotan dan kritikan dari berbagai pihak kepada
PWI Sulsel. Sekadar diketahui, PWI Sulsel memiliki anggota kurang lebih 700
orang. Mereka bekerja di berbagai media cetak dan elektronik.
Untuk pembinaan anggota
yang tersebar pada berbagai kabupaten dan kota se-Sulsel, PWI Sulsel membentuk
beberapa PWI Perwakilan yang masing-masing meliputi beberapa kabupaten/kota.
Secara internal, kami
juga sering mengadakan Pendidikan dan Latihan Jurnalistik bagi calon anggota
PWI, maupun kepada wartawan yang sudah terdaftar sebagai anggota PWI Sulsel.
Pengurus dan anggota PWI
Sulsel juga sering mengikuti berbagai macam pelatihan, seminar, lokakarya,
diskusi, dan penataran yang bertujuan menambah wawasan dan meningkatkan
kualitas wartawan.
Selain itu, tidak sedikit
juga pengurus dan anggota PWI Sulsel yang melanjutkan pendidikan formal ke
jenjang lebih tinggi, terutama program pascasarjana. Sejumlah anggota PWI
Sulsel juga terdaftar sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi atau mendapat
kehormatan sebagai dosen luar biasa untuk mata kuliah yang berkaitan dengan
jurnalistik dan komunikasi massa.
Tetapi begitulah. Banyak
sisi baik yang dimiliki dan dilakukan oleh Presiden SBY dan PWI Sulsel, tetapi
sisi baik itu kurang mendapat perhatian. Sebaliknya, sisi lain yang dianggap
kurang baguslah yang selalu disoroti dan dikritisi.
Dalam berbagai
kesempatan, kami sering mengatakan kepada teman-teman pengurus dan anggota PWI
Sulsel, bahwa kalau ada program kegiatan yang dianggap positif dan bermanfaat
bagi orang banyak, silakan kerjakan. Jangan malu apalagi takut dikritik, karena
para Nabi dan Rasul pun dikritik, padahal mereka jelas-jelas utusan Allah SWT.
Luqman
Hakim
Kami juga sering
mengulang sebuah riwayat tentang Luqman Hakim (orang bijak yang namanya
diabadikan dalam Al-Qur'an) bersama anaknya.
Dikisahkan bahwa suatu
hari Luqman Hakim masuk ke sebuah pasar dengan menaiki seekor keledai,
sedangkan anaknya berjalan mengiringi. Melihat tingkah laku Luqman itu,
sebagian orang pun berkata; “Lihatlah orang tua yang tidak punya perasaan itu,
ia enak-enak duduk di punggung keledai, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan
kaki.”
Mendengar ucapan itu,
Luqman pun turun dari keledainya lalu menyuruh anaknya naik menggantikannya.
Belum lama berjalan, kembali terdengar orang memperbincangkannya; “Wahai,
lihatlah mereka. Orangtuanya berjalan kaki, sedangkan anaknya enak-enakan di
atas keledai. Sungguh kurang ajar anak itu.”
Merasa tidak enak dengan
ucapan itu, Luqman Hakim segera naik ke punggung keledai, sehingga mereka
berdua kini duduk di punggung keledai, tetapi belum jauh berjalan kembali terdengar
orang-orang di pasar berujar, “Lihatlah, kasihan sekali keledai kecil itu
dinaiki oleh dua orang sekaligus. Sungguh terlalu.”
Luqman Hakim dan anaknya
kemudian turun dari punggung keledai dan mereka pun berjalan kaki, namun
lagi-lagi terdengar ucapan kurang bagus, “Lihatlah, mereka berdua begitu bodoh.
Mereka berjalan kaki, padahal mereka memiliki keledai.”
Sesampai di rumahnya,
Luqman Hakim kemudian menasehati anaknya tentang sikap dan perilaku manusia.
“Wahai anakku,
sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang
yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah SWT
saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya
dalam setiap mengambil tindakan,” kata Lukman.
Kemudian Luqman Hakim
berpesan kepada anaknya, katanya, “Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal
supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu
melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman)
tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang), dan
hilang kemuliaan hatinya (kepribadiannya). Dan lebih celaka lagi daripada tiga
perkara itu ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan
meringan-ringankannya.”
Makassar, 23 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar