Piagam Palembang telah ditandatangani oleh 18 Pemimpin Media Pers Nasional pada Selasa, 9 Februari 2010 di Palembang, Sumatera Selatan. Acara penandatanganan itu dilaksanakan dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional, disaksikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Penandatanganan Piagam Palembang itu ternyata menuai keraguan di kalangan media Pers sendiri, terutama pers daerah.
31 Oktober 2010
Konfercab
PWI Sulsel:
Menjawab
Tantangan Piagam Palembang
Oleh:
H Zulkifli Gani Ottoh
(Ketua PWI Sulsel
Periode 2006-2010)
Piagam Palembang telah
ditandatangani oleh 18 Pemimpin Media Pers Nasional pada Selasa, 9 Februari
2010 di Palembang, Sumatera Selatan. Acara penandatanganan itu dilaksanakan
dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional, disaksikan Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono.
Penandatanganan Piagam
Palembang itu ternyata menuai keraguan di kalangan media Pers sendiri, terutama
pers daerah. Dikhawatirkan kelak, dampak Piagam Palembang ini menimbulkan
banyak media pers akan berguguran, namun tidak sedikit justru menjadi besar
setelah diberlakukannya.
Sebenarnya, Piagam
Palembang bertujuan mulia, yaitu untuk menjamin kemerdekaan pers. Selain itu,
juga untuk mewujudkan kedaulatan berekspresi rakyat, berdasarkan
prinsip–prinsip demokrasi, keadilan, supremasi hukum, hak asasi manusia, dan
profesionalitas.
Agar kemerdekaan pers
benar–benar dapat terwujud, maka dibutuhkan pers yang profesional, tunduk
kepada undang–undang tentang pers, taat terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
dan didukung oleh perusahaan pers yang sehat, serta dapat diawasi dan diakses
secara profesional oleh masyarakat luas.
Berdasarkan tujuan yang
mulia ini, ke-18 pemimpin media pers nasional tersebut di atas, sepakat
melaksanakan Piagam Palembang. Mereka menyetujui Isi Piagam Palembang, yaitu
melaksanakan sepenuhnya KEJ, Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan
Wartawan dan Standar Kompetensi Wartawan.
Mereka menyerahkan
pelaksanaanya kepada lembaga independen yang dibentuk oleh Dewan Pers yang
nantinya akan memproduksi sebentuk logo atau tanda khusus dan diberikan kepada
perusahaan pers yang dinilai telah “lulus“ dari verifikasi dan ratifikasi.
Tanda khusus inilah akan disiarkan, baik media cetak, maupun elektronik.
Relevansi dari
pencantuman logo atau tanda khusus dari Dewan Pers tersebut, akan menjadi
barometer kepercayaan masyarakat luas terhadap masing–masing media cetak dan
elektronik. Sedangkan dampaknya bagi perusahaan pers yang belum menyetujui
Piagam Palembang, pasti makin merana kehidupannya.
Menindaklanjuti
penandatanganan itu, Dewan Pers sendiri telah memulai kerjanya. Pada akhir
Agustus 2010 lalu, puluhan media diundang ke Hotel Singgasana, Makassar.
Bambang Harymurti, salah seorang pimpinan Dewan Pers memberi bekal dan
pemahaman tentang pelaksanaan Piagam Palembang, serta tata cara memverifikasi
perusahaan pers.
Sebagaimana diketahui,
kesepakatan Pelaksanaan Piagam Palembang dilakukan dalam dua tahap. Tahap
pertama, dimulai tahun ini hingga 2012. Masa dua tahun ini dinyatakan sebagai
masa transisi. Artinya, selama dua tahun ini, lembaga independen yang dibentuk
Dewan Pers menginventarisasi perusahaan pers untuk diverifikasi dan
diratifikasi.
Setelah tahun 2012,
pengesahaan ratifikasi mulai diberlakukan. Sebelum dilakukan verifikasi,
beberapa ketentuan harus dipenuhi oleh perusahaan pers, antara lain, telah
dinyatakan sehat medianya.
Perusahaan atau media
pers yang dinilai sehat adalah yang telah lolos standar kompetensi, yakni
membangun pers profesional, tunduk dan taat kepada UU Pers dan KEJ. Persyaratan
yang lebih ketat lagi adalah diharuskan memiliki modal awal minimal Rp 50 juta,
serta mampu membiayai operasional perusahaan media pers minimal 6 (enam) bulan.
Memerhatikan kualitas
media, terutama adalah kesejahteraan wartawan dan karyawan. Kalau seperti itu
terjadi, maka organisasi perusahaan pers, seperti Serikat Penerbit Suratkabar
(SPS) dan organisasi wartawanlah yang harus berperan aktif. Harus proaktif
menyambut Piagam Palembang ini.
Kita sepakat, SPS atau
organisasi perusahaan pers harus bekerja maksimal untuk membantu perusahaan
pers, terutama yang terbit mingguan, dua bulan, dan bulanan. Olehnya itu,
pengurusnya harus kuat dan berwibawa.
Sedangkan untuk
organisasi wartawan, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), juga harus
siap mengurus dan membantu anggotanya, terutama agar mereka dapat lolos dalam
Verifikasi dan Ratifikasi.
Pengurusnya harus
bersinergi dengan lembaga hukum terkait. Mampu melakukan negosiasi di berbagai
instansi. Pengurus harus memiliki kepercayaan diri. Siap mengurus, dan bersedia
meluangkan waktunya untuk anggota dan organisasinya.
Dibutuhkan lagi,
pengurus yang sudah mapan perusahaan persnya. Minimal, berkomitmen untuk
menegakkan citra dan wibawa wartawan anggota PWI Sulawesi Selatan.
Hal ini penting, agar
pelaksanaannya nanti, tidak terjadi justru pengurus yang diurus. Artinya,
Piagam Palembang ini jangan sampai mematikan semangat idealisme kaum jurnalis.
Pengurus organisasi SPS dan PWI haruslah yang memiliki integritas dan komitmen
tinggi.
Mengurusi organisasi
wartawan tidaklah semudah apa yang dibayangkan. Di tubuh organisasi PWI Cabang
misalnya, melekat 4 (empat) wakil ketua, masing –masing Bidang Organisasi,
Pendidikan, Pembelaan Wartawan, dan Bidang Kesejahteraaan. Semua bidang tersebut
memerlukan “nakhoda” yang cerdas dan ulet. Kecerdasan dibutuhkan untuk mencari
terobosan dan inovasi, serta kaya ide.
Bidang
Organisasi
Bidang organisasi
misalnya, bukan saja hanya mengurusi administrasi keanggotaan, tetapi lebih
dari itu. Harus banyak melakukan pengembangan organisasi. Setiap saat melakukan
sosialisasi dari berbagai aturan. Bagaimana misalnya, Peraturan Dasar dan
Peraturan Rumah Tangga PWI, UU Pers, KEJ, dan pemahaman lainnya yang harus
disebarkan ke seluruh anggota. Membuat dan menerbitkan buku putih dan database
wartawan yang berisi dari dan untuk kalangan wartawan.
Database itu penting
sekali, untuk mengetahui perkembangan terakhir teman-teman kita. Minimal setiap
tiga bulan diperbarui. Tiga bulan dianggap waktu yang cukup untuk memantau
aktivitas teman-teman. Apakah masih bertugas di suatu daerah atau sudah
dimutasikan ke daerah lain. Bahkan, tidak menutup kemungkinan teman wartawan
sudah berpindah media atau sudah tugas di luar negeri.
Database ini sangat
diharapkan, bukan saja dari kalangan wartawan, tetapi bahkan diharapkan oleh
seluruh mitra kerja PWI, seperti; instansi pemerintahan, BUMN, TNI-Polri,
organisasi profesi lainnya, DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Bidang
Pendidikan
Demikian pula bidang
pendidikan. Bidang inilah yang sangat menentukan berkualitas tidaknya anggota.
Bidang pendidikan harus terlebih dahulu bekerja untuk penentuan jadi tidaknya
seorang calon menjadi anggota PWI.
Bidang pendidikan harus
mengadakan pendidikan dan pendidikan terus menerus, guna menambah pengetahuan
dan wawasan anggota. Pengurus Bidang Pendidikan bagi anggota PWI diperkenankan
bekerja sama dengan pihak ketiga. Bisa dengan perguruan tinggi, instansi
pemerintahan, TNI–Polri, BUMN, organisasi profesi dan lembaga lainnya.
Meningkatkan mutu
sumber daya manusia, guna menjadikan profesional anggota PWI, diperlukan
berbagai fasilitas tempat dan tenaga pengajar. Di Gedung Perkantoran PWI
Sulawesi Selatan telah difasilitasi sebuah bangunan yang berfungsi untuk
diklat. Di tempat inilah yang akan digunakan untuk Sekolah Jurnalisme Indonesia
(SJI). SJI merupakan program kerja PWI Pusat yang dilaksanakan oleh seluruh PWI
Cabang di Indonesia.
Bidang
Pembelaan Wartawan
Membela wartawan
tidaklah harus anggota sendiri, tetapi juga terbuka bagi wartawan yang di luar
PWI, sepanjang wartawan yang bersangkuatan memintanya. Pembelaan wartawan bukan
saja dibela dan diurus bilamana menghadapi masalah hukum, tetapi juga harus
diperhatikan dan diikuti perkembangan anggota PWI di tempat mereka bekerja.
Termasuk harus diurus,
apabila ada anggota PWI diperlakukan tidak adil oleh perusahaan pers di mana
mereka bekerja. Minimal ada negosiasi. Pengurus diharapkan banyak membuka
hubungan kerja dengan berbagai pihak terkait. Misalnya, dengan pakar hukum,
lembaga bantuan hukum, penegak hukum dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah.
Bidang
Kesejahteraan
Menjadi anggota PWI
harus ada manfaatnya. Anggota harus mendapat perhatian untuk peningkatan
kesejahteraan. Kesejahteraan di sini bukan hanya paket lebaran saja yang
diterima sekali setahun. Namun yang lebih penting adalah, bagaimana keluarga
mereka bisa merasakan sentuhan kepedulian pengurus PWI, terutama dalam hal
fasilitas perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Pengurus dapat saja bekerja
sama dengan berbagai pihak.
Di sini pun dibutuhkan
figur pengurus yang sudah mapan kehidupan sehari–harinya. Menggerakkan semua
fasilitas gedung PWI, termasuk mengoptimalkan peranan seksi usaha, koperasi,
dan bidang lainnya yang bertujuan untuk menyejahterakan anggota dan membiayai
jalannya roda organisasi.
Dari empat bidang
inilah, anggota PWI menitip harapan kepada pengurus yang akan datang, untuk
benar–benar siap mengurus. Teman–teman yang memimpin media cetak dan elektronik
perlu didampingi dalam perjuangan mengoperasikan medianya. Terutama media cetak
yang periode terbitnya masih seminggu sekali atau dua minggu, dan bahkan ada
yang terbit bulanan. Kesulitan teman–teman media pers pasti makin bertambah,
apabila persyaratan standar Kompetensi dari Dewan Pers sulit mereka penuhi.
Kini Piagam Palembang
sudah berada di depan kita. Bahkan telah menantang dan mengagetkan media–media
lokal di daerah. Media di daerah belum selesai bergelut dengan persaingan
bisnis media yang semakin ketat. Lagi pula, belum terhitung besarnya biaya yang
telah dikeluarkan untuk mengikuti kecanggihan teknologi komunikasi dan
informasi di era globalisasi saat ini. Dan sekarang, lagi-lagi media pers
dituntut untuk menjawab tantangan Piagam Palembang. Selamat Berkonfercab! (*)
------
Keterangan:
Artikel opini dimuat di
Harian Fajar, Makassar, Sabtu, 30 Oktober 2010
http://metronews.fajar.co.id/read/108682/61/index.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar