Minggu, 31 Oktober 2010

Konfercab PWI Sulsel: Menjawab Tantangan Piagam Palembang

Piagam Palembang telah ditandatangani oleh 18 Pemimpin Media Pers Nasional pada Selasa, 9 Februari 2010 di Palembang, Sumatera Selatan. Acara penandatanganan itu dilaksanakan dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional, disaksikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Penandatanganan Piagam Palembang itu ternyata menuai keraguan di kalangan media Pers sendiri, terutama pers daerah. 





------

31 Oktober 2010

 

Konfercab PWI Sulsel:

 

 

Menjawab Tantangan Piagam Palembang

 

 

Oleh: H Zulkifli Gani Ottoh

(Ketua PWI Sulsel Periode 2006-2010)

 

 

Piagam Palembang telah ditandatangani oleh 18 Pemimpin Media Pers Nasional pada Selasa, 9 Februari 2010 di Palembang, Sumatera Selatan. Acara penandatanganan itu dilaksanakan dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional, disaksikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Penandatanganan Piagam Palembang itu ternyata menuai keraguan di kalangan media Pers sendiri, terutama pers daerah. Dikhawatirkan kelak, dampak Piagam Palembang ini menimbulkan banyak media pers akan berguguran, namun tidak sedikit justru menjadi besar setelah diberlakukannya.

Sebenarnya, Piagam Palembang bertujuan mulia, yaitu untuk menjamin kemerdekaan pers. Selain itu, juga untuk mewujudkan kedaulatan berekspresi rakyat, berdasarkan prinsip–prinsip demokrasi, keadilan, supremasi hukum, hak asasi manusia, dan profesionalitas.

Agar kemerdekaan pers benar–benar dapat terwujud, maka dibutuhkan pers yang profesional, tunduk kepada undang–undang tentang pers, taat terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan didukung oleh perusahaan pers yang sehat, serta dapat diawasi dan diakses secara profesional oleh masyarakat luas.

Berdasarkan tujuan yang mulia ini, ke-18 pemimpin media pers nasional tersebut di atas, sepakat melaksanakan Piagam Palembang. Mereka menyetujui Isi Piagam Palembang, yaitu melaksanakan sepenuhnya KEJ, Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Wartawan dan Standar Kompetensi Wartawan.

Mereka menyerahkan pelaksanaanya kepada lembaga independen yang dibentuk oleh Dewan Pers yang nantinya akan memproduksi sebentuk logo atau tanda khusus dan diberikan kepada perusahaan pers yang dinilai telah “lulus“ dari verifikasi dan ratifikasi. Tanda khusus inilah akan disiarkan, baik media cetak, maupun elektronik.

Relevansi dari pencantuman logo atau tanda khusus dari Dewan Pers tersebut, akan menjadi barometer kepercayaan masyarakat luas terhadap masing–masing media cetak dan elektronik. Sedangkan dampaknya bagi perusahaan pers yang belum menyetujui Piagam Palembang, pasti makin merana kehidupannya.

Menindaklanjuti penandatanganan itu, Dewan Pers sendiri telah memulai kerjanya. Pada akhir Agustus 2010 lalu, puluhan media diundang ke Hotel Singgasana, Makassar. Bambang Harymurti, salah seorang pimpinan Dewan Pers memberi bekal dan pemahaman tentang pelaksanaan Piagam Palembang, serta tata cara memverifikasi perusahaan pers.

Sebagaimana diketahui, kesepakatan Pelaksanaan Piagam Palembang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, dimulai tahun ini hingga 2012. Masa dua tahun ini dinyatakan sebagai masa transisi. Artinya, selama dua tahun ini, lembaga independen yang dibentuk Dewan Pers menginventarisasi perusahaan pers untuk diverifikasi dan diratifikasi.

Setelah tahun 2012, pengesahaan ratifikasi mulai diberlakukan. Sebelum dilakukan verifikasi, beberapa ketentuan harus dipenuhi oleh perusahaan pers, antara lain, telah dinyatakan sehat medianya.

Perusahaan atau media pers yang dinilai sehat adalah yang telah lolos standar kompetensi, yakni membangun pers profesional, tunduk dan taat kepada UU Pers dan KEJ. Persyaratan yang lebih ketat lagi adalah diharuskan memiliki modal awal minimal Rp 50 juta, serta mampu membiayai operasional perusahaan media pers minimal 6 (enam) bulan.

Memerhatikan kualitas media, terutama adalah kesejahteraan wartawan dan karyawan. Kalau seperti itu terjadi, maka organisasi perusahaan pers, seperti Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) dan organisasi wartawanlah yang harus berperan aktif. Harus proaktif menyambut Piagam Palembang ini.

Kita sepakat, SPS atau organisasi perusahaan pers harus bekerja maksimal untuk membantu perusahaan pers, terutama yang terbit mingguan, dua bulan, dan bulanan. Olehnya itu, pengurusnya harus kuat dan berwibawa.

Sedangkan untuk organisasi wartawan, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), juga harus siap mengurus dan membantu anggotanya, terutama agar mereka dapat lolos dalam Verifikasi dan Ratifikasi.

Pengurusnya harus bersinergi dengan lembaga hukum terkait. Mampu melakukan negosiasi di berbagai instansi. Pengurus harus memiliki kepercayaan diri. Siap mengurus, dan bersedia meluangkan waktunya untuk anggota dan organisasinya.

Dibutuhkan lagi, pengurus yang sudah mapan perusahaan persnya. Minimal, berkomitmen untuk menegakkan citra dan wibawa wartawan anggota PWI Sulawesi Selatan.

Hal ini penting, agar pelaksanaannya nanti, tidak terjadi justru pengurus yang diurus. Artinya, Piagam Palembang ini jangan sampai mematikan semangat idealisme kaum jurnalis. Pengurus organisasi SPS dan PWI haruslah yang memiliki integritas dan komitmen tinggi.

Mengurusi organisasi wartawan tidaklah semudah apa yang dibayangkan. Di tubuh organisasi PWI Cabang misalnya, melekat 4 (empat) wakil ketua, masing –masing Bidang Organisasi, Pendidikan, Pembelaan Wartawan, dan Bidang Kesejahteraaan. Semua bidang tersebut memerlukan “nakhoda” yang cerdas dan ulet. Kecerdasan dibutuhkan untuk mencari terobosan dan inovasi, serta kaya ide.

 

Bidang Organisasi

 

Bidang organisasi misalnya, bukan saja hanya mengurusi administrasi keanggotaan, tetapi lebih dari itu. Harus banyak melakukan pengembangan organisasi. Setiap saat melakukan sosialisasi dari berbagai aturan. Bagaimana misalnya, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI, UU Pers, KEJ, dan pemahaman lainnya yang harus disebarkan ke seluruh anggota. Membuat dan menerbitkan buku putih dan database wartawan yang berisi dari dan untuk kalangan wartawan.

Database itu penting sekali, untuk mengetahui perkembangan terakhir teman-teman kita. Minimal setiap tiga bulan diperbarui. Tiga bulan dianggap waktu yang cukup untuk memantau aktivitas teman-teman. Apakah masih bertugas di suatu daerah atau sudah dimutasikan ke daerah lain. Bahkan, tidak menutup kemungkinan teman wartawan sudah berpindah media atau sudah tugas di luar negeri.

Database ini sangat diharapkan, bukan saja dari kalangan wartawan, tetapi bahkan diharapkan oleh seluruh mitra kerja PWI, seperti; instansi pemerintahan, BUMN, TNI-Polri, organisasi profesi lainnya, DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi.

 

Bidang Pendidikan

 

Demikian pula bidang pendidikan. Bidang inilah yang sangat menentukan berkualitas tidaknya anggota. Bidang pendidikan harus terlebih dahulu bekerja untuk penentuan jadi tidaknya seorang calon menjadi anggota PWI.

Bidang pendidikan harus mengadakan pendidikan dan pendidikan terus menerus, guna menambah pengetahuan dan wawasan anggota. Pengurus Bidang Pendidikan bagi anggota PWI diperkenankan bekerja sama dengan pihak ketiga. Bisa dengan perguruan tinggi, instansi pemerintahan, TNI–Polri, BUMN, organisasi profesi dan lembaga lainnya.

Meningkatkan mutu sumber daya manusia, guna menjadikan profesional anggota PWI, diperlukan berbagai fasilitas tempat dan tenaga pengajar. Di Gedung Perkantoran PWI Sulawesi Selatan telah difasilitasi sebuah bangunan yang berfungsi untuk diklat. Di tempat inilah yang akan digunakan untuk Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI). SJI merupakan program kerja PWI Pusat yang dilaksanakan oleh seluruh PWI Cabang di Indonesia.

 

Bidang Pembelaan Wartawan

 

Membela wartawan tidaklah harus anggota sendiri, tetapi juga terbuka bagi wartawan yang di luar PWI, sepanjang wartawan yang bersangkuatan memintanya. Pembelaan wartawan bukan saja dibela dan diurus bilamana menghadapi masalah hukum, tetapi juga harus diperhatikan dan diikuti perkembangan anggota PWI di tempat mereka bekerja.

Termasuk harus diurus, apabila ada anggota PWI diperlakukan tidak adil oleh perusahaan pers di mana mereka bekerja. Minimal ada negosiasi. Pengurus diharapkan banyak membuka hubungan kerja dengan berbagai pihak terkait. Misalnya, dengan pakar hukum, lembaga bantuan hukum, penegak hukum dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah.

 

Bidang Kesejahteraan

 

Menjadi anggota PWI harus ada manfaatnya. Anggota harus mendapat perhatian untuk peningkatan kesejahteraan. Kesejahteraan di sini bukan hanya paket lebaran saja yang diterima sekali setahun. Namun yang lebih penting adalah, bagaimana keluarga mereka bisa merasakan sentuhan kepedulian pengurus PWI, terutama dalam hal fasilitas perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Pengurus dapat saja bekerja sama dengan berbagai pihak.

Di sini pun dibutuhkan figur pengurus yang sudah mapan kehidupan sehari–harinya. Menggerakkan semua fasilitas gedung PWI, termasuk mengoptimalkan peranan seksi usaha, koperasi, dan bidang lainnya yang bertujuan untuk menyejahterakan anggota dan membiayai jalannya roda organisasi.

Dari empat bidang inilah, anggota PWI menitip harapan kepada pengurus yang akan datang, untuk benar–benar siap mengurus. Teman–teman yang memimpin media cetak dan elektronik perlu didampingi dalam perjuangan mengoperasikan medianya. Terutama media cetak yang periode terbitnya masih seminggu sekali atau dua minggu, dan bahkan ada yang terbit bulanan. Kesulitan teman–teman media pers pasti makin bertambah, apabila persyaratan standar Kompetensi dari Dewan Pers sulit mereka penuhi.

Kini Piagam Palembang sudah berada di depan kita. Bahkan telah menantang dan mengagetkan media–media lokal di daerah. Media di daerah belum selesai bergelut dengan persaingan bisnis media yang semakin ketat. Lagi pula, belum terhitung besarnya biaya yang telah dikeluarkan untuk mengikuti kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi di era globalisasi saat ini. Dan sekarang, lagi-lagi media pers dituntut untuk menjawab tantangan Piagam Palembang. Selamat Berkonfercab! (*)

 

------

Keterangan:

Artikel opini dimuat di Harian Fajar, Makassar, Sabtu, 30 Oktober 2010

http://metronews.fajar.co.id/read/108682/61/index.php


Tidak ada komentar: