Rabu, 27 Juli 2011

Wartawan Wajib Pahami Kode Etik


BAHAS WARTAWAN. Tokoh pers Sulsel H Syamsu Nur (kiri), Sekprov Sulsel Andi Muallim (tengah), dan Ketua PWI Sulsel Zulkifli Gani Ottoh hadir pada Lokakarya Orientasi Kewaspadaan Nasional (Orpadnas) NKRI, yang dihadiri ratusan wartawan dan berbagai elemen masyarakat, di Gedung PWI, Rabu 27 Juli 2011. Turut hadir, mantan Gubernur Sulsel H Andi Oddang, sejumlah wartawan senior, dan tokoh masyarakat keturunan Tionghoa Anton Obey. (Foto: Jumain Sulaiman/Fajar)



Wartawan Wajib Pahami Kode Etik

Harian Fajar, Makassar
Kamis, 28 Juli 2011 |
http://www.fajar.co.id/read-20110728064012-wartawan-wajib-pahami-kode-etik

MAKASSAR, FAJAR -- Maraknya kritik yang ditujukan pada pemberitaan di media dianggap sebagai bagian dari kurangnya pemahaman kode etik oleh sebagian wartawan. Pers sebagai mitra masyarakat dan pemerintah hendaknya membekali diri dengan pengetahuan dan perilaku sesuai standar jurnalistik.

Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Sulsel HM Roem saat hadir sebagai narasumber dalam Lokakarya Kewaspadaan Nasional yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Aula PWI Rabu, 27 Juli. Acara ini digelar PWI selama dua hari terhitung kemarin untuk membekali para wartawan dengan wawasan kebangsaan. Lokakarya diikuti pemerhati jurnalistik, insan pers serta pengurus dan anggota PWI. Turut hadir sebagai narasumber Sekretaris Provinsi Andi Muallim, perwakilan Pangdam VII Wirabuana serta Kapolda yang diwakili Kabid Humas Chevy Ahmad Sofari. Mereka bergantian menyampaikan pidato didampingi Ketua PWI Sulsel Zulkifli Gani Ottoh.

Roem nanyak menyinggung peran pers sebagai penyambung hubungan masyarakat dengan pemerintahan. Pers hadir sebagai penyeimbang dalam masyarakat. "Misalnya jika di dewan sedang panas-panasnya, pers hadir untuk mendinginkan situasi," ujarnya.

Pers dan pemerintah memiliki hubungan timbal balik karena saling membutuhkan. Keduanya juga dapat dikatakan setara karena sama-sama bekerja untuk kepentingan masyarakat. Sehingga, perlu dibangun suatu kemitraan yang berlandaskan saling pengertian antara keduanya. "Pemerintahan atau siapapun hendaknya membangun mitra yang baik dengan pers," sambung Roem.

Besarnya peran pers dalam menyampaikan kebenaran pada masyarakat dianggap Roem sebagai suatu tanggung jawab. Makanya diperlukan suatu pemahaman akan tanggung jawab pekerjaannya. Salah satunya dengan memahami aturan dan kode etik dalam bekerja. Kode etik merupakan pegangan agar tidak menyalahi aturan dalam bekerja. Kode etik dalam berbagai pekerjaan sama-sama mengatur bagaimana bertanggung jawab dalam bekerja. "Kita semua, khususnya pers hendaknya berpijak pada landasan yang sama. Pekerjaan tak akan bermakna jika kita menyalahi etika," katanya.

Direktur Utama PT. Media Fajar Syamsu Nur yang turut hadir mengatakan sebagian wartawan belum memahami atau lupa kode etik yang berlaku. Akibatnya banyak pihak yang merasa dirugikan akibat tindakan mereka yang menyalahi aturan.

"Saat ini yang penting adalah bagaimana menegakkan kode etik yang berlaku. Jangan sampai hanya dipahami saja. Tapi tidak diterapkan dalam menulis berita," katanya.

Baginya penegakan kode etik patut dimulai sejak dini dari hal-hal terkecil.

"Termasuk bagaimana berpenampilan yang baik," katanya.

Sekretaris Provinsi Andi Muallim lebih banyak menyinggung seputar kesadaran kebangsaan dan kewaspadaan nasional. Dari atas mimbar ia menjelaskan maraknya ancaman yang datang keutuhan Indonesia. Bagaimana pihak asing membangun grand design untuk memecah Indonesia. Pembalakan hutan, pencurian ikan hingga sengketa batas wilayah.

Untuk mencegah perpecahan warga hendaknya paham bagaimana prinsip-prinsip kebangsaan dan menanamkannya di diri masing-masing. Jangan adal yang lengah sedikitpun, khususnya pers sebagai penjaga," imbau Muallim. (aan/lan)

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://pwi-sulsel.blogspot.com//]

Tidak ada komentar: